#MBOLANGHORE2017; Road to Toraja, South Sulawesi
Jumpaaaaa
lagiiiii.. dengan saya yang tak asing lagi di kancah blantika persilatan lidah
(ga jelas)(abaikan).
Jadi gini,
sebenernya banyak bahan buat update blog dari abis course di India dulu itu,
dari touring mudik ke Jogja bersama kekasih hati sampe tugas ke pedalaman
Kalimantan perbatasan Malaysia yang harus menempuh jalur sungai, tapi yang lagi
hot ya ini "Road to Toraja, South Sulawesi" (keminggris sithik lah
ben wangun) yang berlangsung dari tanggal 15-19 Juli 2017.
Oke, kita
mulai dengan tiba-tiba makjegagik masuk whatsapp chat yang isi nya "kamu
sama helmi ditugasin ke Toraja"... Seketika itu hati saya berdegup
kencang, apakah ini yang namanya cinta oh inikah cinta, cinta pada jumpa
pertama.. (ini kenapa malah nyanyi bro?.) Sebenernya seneng sih tapi kaget
soalnya tugas saya kudunya ke Bali, entah mengapa berubah pada akhir injury
time sehingga mau tidak mau saya harus mempersiapkan diri.
Kala itu di
penghujung senja ufuk barat yang kian sirna terbitlah e-tiket tanggal 15 hari Sabtu,
flight pukul 23.45 WIB tujuan Makassar dengan maskapai yang terbangnya dari
Terminal 3 Bandar Udara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten (depannya G
belakangnya A, 6 huruf mendatar)(lu pikir TTS?) pokoknya itu lah. Pada 20.00
WIB saya berangkat dari kosan, hampir satu setengah jam perjalanan akhirnya
sampai dan setelah beberapa saat menunggu timbul seonggok manusia modern yang
bisa berjalan, tak kuasa ku menyapa, "seko endi wae mas?.'' Ya, konco
kantor yang saya panggil "Mas Helmi," sekedar informasi, beliau
fotografer andalan se-Purworejo dan sekitarnya.
Ada beberapa
hal mendasar yang penting untuk dilakukan sebelum kita melakukan mbolang ke
daerah remote area, baik di pulau maupun di pedalaman. Yaitu,
1.
Persiapkan paket data dan gunakan provider yang jangkauannya sampai ke pelosok
(mbangane ra entuk sinyal dadi mlongo mben dino.)
2. Bawa
perlengkapan yang praktis gak banyak tentengan.
3. Sisakan
ruang di tas buat tempat oleh-oleh nantinya.
4. Selalu
persiapkan powerbeng dalam kondisi full.
5. Bawa
colokan/steker.
6. Bawa
eksyen kem kalo mau dokumentasi dan bikin vlog.
7. Terakhir,
but not least, bawa cawet cadangan lebih (gakpapa surplus mbangane gondal
gandul, yo ra?.)
23.45 WIB
Pesawatku uuuu terbang ke bulaaan (malah nyanyi maning), karena berangkatnya
delay hampir 1 jam, Alhamdulillah akhirnya sampai di Makassar pada sekitar
pukul 04.00 WITA, kami rombongan menggunakan 4 mobil bersiap menuju ke Toraja
melalui perjalanan darat (yaiyalah namanya juga mobil moso perjalanan
udara).
Ruang pengambilan bagasi Bandara Sultan Hasanuddin,
Makassar
Perjalanan menuju Toraja dari Makassar
Oiya
sebelumnya kami mampir makan di Sop Konro "Saudara" di Jalan Irian,
Makassar (tempatnya buka 24 jam.). Jreeeng, tepat setelah Subuh, kami
melanjutkan perjalanan dan sekitar tengah hari kami melewati kota dimana, tokoh
nasional kita Bapak B.J. Habibie lahir. Ya, Pare-Pare. ternyata kota nya keren,
punya pelabuhan yang besar, berdataran tinggi tapi dekat dengan laut, kaya
Magelang lah seluk beluk kontur jalannya. Kemudian daripada bagaimana setelah
melewati beberapa turunan tanjakan belokan di jalan Poros Enrekang-Makale dan
menelan sebutir obat puyeng (asli jetlek kang bro, mumet ndas e) akhirnya
sampailah kita di saat yang berbahagia, sejahtera, selamat sentosa.. Mlipir sek
cah, menepi ke suatu peristrirahatan eh peristirahatan yaitu seonggok warung
ditepi bukit dengan pemandangan Gunung Nona.
Jalan Poros Enrekang-Makale
Sangat
bersyukur bisa menghirup udara segar pegunungan, gunungnya nona pula. Jadi,
kenapa masyarakat sekitar menyebut Gunung Nona, konon ceritanya gunungnya mirip
nona, hayooo, pasti ngeres pikirane, penasaran kan seperti apa gunungnya?
Gunung Nona, tu, bingung kan, mana bagian nona nya?
Itu lho
gaes, mosok ra kethok (masa ga keliatan), coba diamati dengan seksama. Nah, kan
tambah ga keliatan haha. Hanya orang-orang beriman yang paham mana bagian nona
nya, pokoke kalo dijelasin bisa sehari semalem, itu baru nona, coba nyonya bisa
7 purnama baru kelar. Anyway, nikmat manalagi yang kau dustakan saat nyruput
teh anget ditemani pemandangan alam yang mempesona diiringi deburan kabut
menembus sukma melepas dahaga kepiknikan hore (opo tho).
Setelah
melanjutkan dalam beberapa jam perjalanan, tibalah kami di Toraja Heritage
Hotel di Ke'te' Kesu' PO Box 80 Rantepao, Karassik, Rantepao, Kabupaten Toraja
Utara, Sulawesi Selatan 91834, lengkap pokokmen (karang copy paste seko
google). Suatu Hotel yang sangat mengagumkan beserta kearifan lokalnya dengan
bangunan khas Toraja yaitu Tongkonan. Adalah rumah adat masyarakat Toraja,
atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini
sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan
tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur.berasal
dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi berdasarkan
tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial Masyarakat Toraja). Di
depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang
lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (banga) saat ini sebagian sudah
dicor. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar
ayam dan matahari (disebut pa'bare' allo), yang merupakan simbol untuk
menyelesaikan perkara - jarene Wikipedia.
Fasilitas akses internetnya pake V-Sat
Bersama para Kepala Sekolah dari berbagai sekolah yang menerima bantuan akses internet
Pertunjukan tari daerah
Acara pun berlangsung meriah dan akhirnya selesai, semoga akses internetnya dapat meningkatkan kualitas guru dan khususnya menambah wawasan serta pengetahuan murid-murid dalam menimba ilmu pelajaran serta memudahkan dalam melakukan ujian berbasis komputer (macem pejabat ngasi sambutan). Jadi udah gitu aja, pulang.
Eiiitss, tunggu dulu jangan langsung close windows. Ini bagian menariknya, apa hayo??, ya, bener, bener banget itu, iya itu... Seperti yang kita ketahui, Toraja memiliki budaya yang sakral dan khas dalam hal upacara adat pemakaman yaitu Rambu Solo' -
Dalam
masyarakat Toraja, upacara pemakaman (Rambu Solo') merupakan ritual yang paling
penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya
upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga
bangsawan yang berhak menggelar Upacara pemakaman yang besar. Upacara pemakaman
seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama
beberapa hari - Jarene Wikipedia.
Betapa
beruntungnya kami dapat menyaksikan adanya upacara yang sakral itu. Kearifan
lokal yang sangat kental terpancar sangat kuat di Tana Toraja ini. Tidak heran
banyak turis asing (gak tanggung-tanggung, dari Eropa) pada mlipir Toraja,
budaya yang dipertahankan turun-temurun, meskipun diterpa perkembangan zaman dan
teknologi yang dahsyat, kharisma serta pesonanya tak lekang oleh waktu, malah
menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang mencintai sejarah.
Woke,
tidak jauh dari sekolah tempat peresmian akses internet, terhamparlah lapangan
luas nan ombo. di lapangan tersebut sudah banyak masyarakat yang berkumpul, di
sisi-sisi lapangan sudah terbangun bangunan-bangunan semi permanen yang terbuat
dari bambu dan kayu semacam bangunan adat atau disebut juga tongkonan. Konon
kabarnya tempat berlangsungnya upacara adat ini dulunya adalah sawah yang
kemudian diratakan, dibangun bangunan dengan segala ornamen khasnya, dan nanti
setelah selesai acaranya, tempat tersebut kembali menjadi sawah semula, sangat
menarique gaes!.
Tempat diadakannya upacara adat pemakaman (keluarga almarhum membawa semacam saserahan sekaligus mengarak jenazah untuk diletakan di tongkonan)
Bersama potograper andalan eug
Area
yang dipagari bambu adalah zona adu kerbau sebagai salah satu tahapan dalam
upacara adat pemakaman
Saat saya datang, prosesi adat pemakaman dalam tahap arak-arakan dari keluarga membawa jenazah yang telah ditempatkan di peti dan dimasukan ke semacam tongkonan kecil, selain itu juga mereka membawa semacam saserahan. Setelahnya, atap tongkonan dibongkar dan peti jenazah dibawa/diangkat bersama-sama dan selanjutnya diadakan acara adu kerbau. Emejing pokoknya, dari acara tersebut saya mendapatkan secercah pelajaran berharga, bahwa dengan gotong-royong akan didapat hasil yang luar biasa, lha piye jal, sedino sak durunge bangunan-bangunane ki rung ono e, (bagaimana bisa, sehari sebelumnya bangunan-bangunan tersebut belum ada), macem proyek bandung bondowoso bikin candi. Salut pokoknya dengan budaya di Toraja yang istimewa ini.
Peti jenazah beserta semacam saserahan diarak oleh keluarga
Peti jenazah yang telah dimasukan ke dalam tongkonan
Iring-iringan dari keluarga
Tongkonan dibongkar agar peti jenazah dapat dibawa
Peti jenazah diangkat bersama-sama
Prosesi adu banteng
Alhamdulillah gaes, ra ono sing kesruduk. Gak usah jauh-jauh ke Spanyol, di Indonesia juga ada ternyata. Ke-deg-deg-ser-an pun berganti kehausan, lelah tapi seneng, tapi juga perjalanan belum berakhir, setelah kami melihat serta mengikuti prosesi pemakaman adat Toraja yang spektakuler, tiba saatnya ke spot destinasi wisata lainnya di Toraja ini, tepatnya ke Kete Kesu, semacam kompleks tongkonan beserta lumbung padi dan ternyata ada museumnya gaes.
Terletak
4 km di bagian tenggara Rantepao, Kete Kesu terdiri dari padang rumput dan padi
yang mengelilingi rumah adat Tana Toraja, yaitu Tongkonan. Sebagian rumah adat
yang terletak di desa ini diperkirakan berumur sekitar 300 tahun dan letakknya
berhadapan dengan lumbung padi kecil. Tidak hanya terdiri dari 6 Tongkonan dan
12 lumbung padi, Kete Kesu juga memiliki tanah seremonial yang dihiasi oleh 20
menhir. Di dalam salah satu Tongkonan terdapat museum yang berisi koleksi benda
adat kuno Toraja, mulai dari ukiran, senjata tajam, keramik, patung, kain dari
Cina, dan bendera Merah Putih yang konon disebutkan merupakan bendera pertama
yang dikibarkan di Toraja. Selain itu, di dalam museum ini juga terdapat pusat
pelatihan pembuatan kerajinan dari bambu. Masyarakat yang hidup di desa ini
umumnya memiliki keahlian sebagai pemahat dan pelukis, sehingga selain sebagai
objek wisata, tempat ini juga dimanfaatkan untuk menjual berbagai pahatan dan
suvernir tradisional Toraja. Desa
Kete Kesu merupakan kawasan cagar budaya dan pusat berbagai upacara adat Toraja
yang meliputi pemakaman adat yang dirayakan dengan meriah (Rambu Solo), upacara
memasuki rumah adat baru (Rambu Tuka), serta berbagai ritual adat lainnya - Katanya Wikipedia
.
Akhirnya petualangan di Toraja akan segera berakhir, tak terasa waktu sudah menunjukan pukul wes Maghrib pokokmen, kami kembali ke hotel dan ndilalah (bahasa Indonesia nya apa ya? tak dinyana kali ya?) .
Destinasi wisata Kete Kesu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan
Jam menunjukan pukul 5 pagi, dimana mata masih sayu, udara dingin semerbak memacu hasrat ingin vivis, tak kuasa ku menahannya, yawda vivis aja dulu ga usah ditahan bro (delusi lagi). Lanjut gan, equipment check udah, langsung deh berangkat diiringi mata yang masih kriyip-kriyip. Setelah melewati lembah mengarungi jalan yang berliku dan naik turun naik turun syantik, tibalah kami di rooftop nya bukit. Sepertinya ini semacam Puthuk Setumbu-nya di Magelang, sampai di TKP langitnya sudah agak terang putih berawan pertanda sang matahari
Sang surya tampak sudah siap menyinari bumi pertiwi dengan tenangnya menemani kami kembali ke habitat, kembali dari negeri yang menjunjung tinggi budayanya, negeri yang kuat gotong-royongnya, negeri yang punya wisata alam keren, ramah penduduknya. Terima kasih Toraja, sampai jumpa kembali di lain kesempatan. Terima kasih pe pe pe mi mi mir pemirsa yang baik hati dan tidak sombong yang merelakan kuota datanya untuk membaca blog yang ga seberapa ini. Sampai jumpa di Mbolanghore lainnya. Sayonara!
Bandara Pongtiku, Toraja, Sulawesi Selatan
Komentar
Posting Komentar